Selasa, 01 April 2008
Festival Keraton Nusantara
Koleksi Museum Prabu Geusan Ulun Sumedang
Prabu Geusan Ulun selaku Nalendra Sumedanglarang
Sejarah Museum Prabu Geusan Ulun Sumedang
SEJARAH SINGKAT MUSEUM PRABU GEUSAN ULUN
A. Sejarah Singkat Museum Prabu Geusan Ulun.
Pada tanggal 22 september 1912 Pangeran Aria Soeria Atmadja, Bupati Sumedang (1882 – 1919) pada waktu itu membuat surat wasiat wakaf. Beliau mewakafkan barang-barang kepunyaan beliau pribadi, dan barang-barang lainya yang dikuasai beliau baik barang pusaka dari para leluhur maupun barang keprabon lainnya.
Barang yang diwakafkan tersebut bisa diambil manfaatnya oleh para ahli waris Pangeran Mekkah . Yang ditunjuk oleh Pangeran Aria Soeria Atmadja sebagai Nazhir adalah para pejabat yang menggantikan kedudukan beliau dan diangkat oleh “ Kanjeng Gubernemen “
Tumenggung R Moh Singer, diangkat oleh pemerintah Hindia Belanda dan menjadi Bupati Sumedang pada tahun 1948 /1949, beliau melihat barang-barang wakaf yang berasal dari Pangeran Aria Soeria Atmadja tersebut tidak berada lagi pada satu tempat dan atau telah diurus/ dipegang oleh beberapa pihak. Untuk menertibkannya R. Moh Singer berusaha mengumpulkan kembali barang barang tersebut dan dicoba diurus/ dilola sebaik-baiknya. maka untuk mengurus segala barang-barang wakaf Pangeran Aria Soeria Atmdja, selanjutnya diserahkan kepada ahli waris Pangeran Aria Soeria Atmadja,
Pada tahun 1950 para ahli waris Pangeran Aria Soeria Atmadja setelah menerima barang/ benda wakaf tersebut segera membentuk Yayasan Pangeran Aria Soeria Atmdja (Yayasan P.A.S.A akte notaris Mr Soedja no.59 tanggal 28 Agustus 1950). Untuk lebih baik lagi dalam mengurus barang wakaf ini berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Sumedang tanggal 26 Maret 1953 N0 29/1953 dibentuk Yayasan Pangeran Sumedang (YPS) dengan akte notaris Mr Tan Eng Kiam no 98 tanggal 21 april 1955. Dengan demikian maka Nazhir yang semula dipegang oleh orang perorangan sekarang dilaksanakan oleh banyak orang dalam sebuah badan hukum berbentuk Yayasan.
Setelah semua barang – barang pusaka peninggalan leluhur terkumpul maka di simpan pada gedung Gendeng Karena Gendeng adalah tempat tersimpannya benda-benda pusaka utama, maka Gendeng dianggap “Rumah Pusaka”. Untuk melestarikan benda – benda wakaf tersebut Yayasan Pangeran Sumedang (YPS) merencanakan untuk mendirikan sebuah Museum. Karena banyak sekali benda-benda peninggalan tersebut yang dapat dijadikan untuk tujuan kegiatan museum sebagai upaya pengembangan kegiatan Yayasan yang dapat bermanfaat bagi para wargi Sumedang khususnya dan masyarakat Sumedang pada umumnya. Maka pada tanggal 11 Nopember 1973 Gedung Waditra atau Gedung Gamelan ini diresmikan sebagai bangunan Museum maka berdirilah Museum Wargi-Yayasan Pangeran Sumedang (YPS) yang pada mulanya dibuka hanya untuk di lingkungan para wargi keturunan dan seketurunan Leluhur Pangeran Sumedang. Museum Wargi –YPS ternyata mendapat respon yang baik dari para wargi Sumedang demikian juga respon yang baik ini datang dari masyarakat Sumedang.
Pada tanggal 7 – 13 Maret 1974 di Sumedang diadakan Seminar Sejarah Jawa Barat yang dihadiri oleh para ahli-ahli sejarah Jawa Barat. Pada kesempatan yang baik itu Sesepuh YPS dan Sesepuh Wargi Sumedang mengusulkan untuk memberi nama Museum YPS yang disampaikan pada forum Seminar Sejarah Jawa Barat. Dan salah satu hasil dari Seminar Sejarah Jawa Barat tersebut dapat diputuskan dan ditetapkan untuk memberi nama Museum YPS, diambil dari nama seorang tokoh yang karismatik yaitu Raja pertama dan terakhir Kerajaan Sumedanglarang yang bernama “Prabu Geusan Ulun”. Maka pada tanggal 13 Maret 1974 Museum YPS diberi nama menjadi Museum “Prabu Geusan Ulun Yayasan Pangeran Sumedang.”
B. Perkembangan Museum Prabu Geusan Ulun.
Pada tahun 1973 didirikan Gedung Gamelan merupakan sumbangan dari Bapak Ali Sadikin Gubernur DKI Jakarta waktu itu sebagai bangunan pertama Museum Prabu Geusan Ulun (MPGU). Sebelumnya di area Museum telah berdiri bangunan Srimanganti,Bumi Kaler dan Gendeng. Bangunan kedua MPGU adalah Gedung Gendeng yang didirikan pada tahun 1850 kemudian diperbaiki, direnovasi pada tahun 1955 dan di Rehabilitasi kembali pada tahun 1993.
Pada tahun 1982, Museum “Prabu Geusan Ulun”-YPS bertambah 2 bangunan, yaitu Gedung Srimanganti yang didirikan tahun 1706, menjadi gedung utama sebelumnya digunakan sebagai kantor Pemda Sumedang dan Rehabilitasi dilakukan tahun 1982 dan 1993. Bangunan keempat yaitu Bumi Kaler yang didirikan tahun 1850. Rehabilitasi bangunan dilaksanakan tahun 1982, 1993 dan 2006, sebelum digunakan sebagai ruang koleksi museum digunakan sebagai tempat tinggal wargi keturunan leluhur Sumedang.
Pada tahun 1997, Museum “Prabu Geusan Ulun”- YPS, bertambah lagi 2 bangunan, yaitu Gedung Pusaka yang didirikan dari tahun 1990 sampai dengan 1997 atas prakarsa R.Hj. Ratjih Natawidjaja dan wargi-wargi Sumedang, menjadi gedung kelima dan Gedung terakhir MPGU adalah Gedung Kereta yang didirikan pada tahun 1996, menjadi gedung keenam.
Yang akhirnya Museum Prabu Geusan Ulun memiliki 6 (enam) buah gedung sebagai ruang pamer koleksi. Museum Prabu Geusan Ulun Yayasan Pangeran Sumedang tercatat didalam buku ICOM ( International Council Of Museums ) Asia-Pacific Organisation pada tahun 1993 dengan nomor keanggotaan No. 55 .
C. Koleksi Museum “Prabu Geusan Ulun” –YPS berdasarkan Jenis Klasifikasi, yaitu :
1. Koleksi Jenis Geologika/ Geografika.
Adalah benda koleksi yang merupakan objek disiplin ilmu geologi/geografi antara lain meliputi batuan, mineral dan benda-benda bentukan alam lainnya ( permata, granit, andesit ), peta dan peralatan pemetaan.
2. Koleksi Jenis Biologika.
Adalah benda koleksi yang masuk katagori benda objek penelitian/dipelajari oleh disiplin ilmu biologi, antara lain tengkorak atau rangka manusia, tumbuh-tumbuhan dan hewan baik yang berupa fosil maupun bukan.
3. Koleksi Jenis Etnografika.
Adalah benda koleksi yang menjadi objek penelitian antropologi. Benda-benda tersebut merupakan hasil budaya atau menggambarkan identitas suatu etnis.
4. Koleksi Jenis Arkelogika.
Adalah benda koleksi yang merupakan hasil budaya manusia masa lampau yang menjadi objek penelitian arkeologi. Benda-benda tersebut merupakan hasil tinggalan budaya sejak masa prasejarah sampai masuknya pengaruh budaya barat.
5. Koleksi Jenis Historika.
Adalah benda koleksi yang mempunyai “nilai sejarah”dan menjadi objek penlitian sejarah serta meliputi kurun waktu sejak masuknya budaya barat sampai sekarang/resen ( maksudnya : sejarah baru ). Benda-benda ini pernah digunakan untuk hal-hal yang berhubungan dengan suatu peristiwa ( sejarah ) yang berkaitan dengan suatu organisasi masyarakat ( misal Negara, kelompok, tokoh dan sebagainya ).
6. Koleksi Jenis Numismatika/ Heraldika.
Numismatika dalah setiap mata uang atau alat tukar ( token ) yang sah. Heraldika adalah setiap tanda jasa, lambang dan tanda pangkat resmi ( termasuk cap/stempel ).
7. Koleksi Jenis Filologika.
yang menjadi penelitian filologi, berupa naskah kuno yang ditulis tangan yang menguraikan sesuatu hal Adalah benda koleksi atau peristiwa.
8. Koleksi Jenis Keramologika.
Adalah benda koleksi yang dibuat dari bahan tanah liat yang dibakar ( baked clay ) berupa barang pecah belah.
9. Koleksi Jenis Seni Rupa.
Adalah benda koleksi seni yang mengekspresikan pengalaman artistic manusia melalui objek-objek dua atau tiga dimensi. (nanti dapat dilihat di "Koleksi Museum Prabu Geusan Ulun Sumedang")
Sejarah Sumedanglarang
I. ASAL KATA “SUMEDANG”
Kata Sumedang berasal dari “inSUn MEdal insun maDANGan”, Insun artinya saya Medal artinya lahir Madangan artinya memberi penerangan jadi kata Sumedang bisa berarti “Saya lahir untuk memberi penerangan”. Kalimat “Insun Medal Insun Madangan” terucap ketika Prabu Tajimalela raja Sumedang Larang I melihat ketika langit menjadi terang-benderang oleh cahaya yang melengkung mirip selendang (malela) selama tiga hari tiga malam. Kata Sumedang dapat juga diambil juga dari kata Su yang berarti baik atau indah dan Medang adalah nama sejenis pohon, Litsia Chinensis sekarang dikenal sebagai pohon Huru, dulu pohon medang banyak tumbuh subur di dataran tinggi sampai ketinggi 700 m dari permukaan laut seperti halnya Sumedang merupakan dataran tinggi.
II. ASAL MULA SUMEDANG
Asal mula Sumedang berasal dari Kerajaan Tembong Agung yang didirikan oleh Prabu Guru Aji Putih ( 678 - 721 M ) putra Aria Bima Raksa / Ki Balagantrang Senapati Galuh cucu dari Wretikandayun pendiri Kerajaan Galuh. Kerajaan Tembong Agung berada di Citembong Girang Kecamatan Ganeas Sumedang kemudian pindah ke kampung Muhara Desa Leuwi Hideung Kecamatan Darmaraja. Pada masa Prabu Tajimalela ( 721 - 778 M ) putra dari Guru Aji Putih di bekas Kerajaan Tembong Agung didirikan Kerajaan Sumedang Larang. Sumedang Larang berarti tanah luas yang jarang bandingnya” (Su= bagus, Medang = luas dan Larang = jarang bandingannya).
Masa kejayaan Sumedang Larang pada masa pemerintahan Prabu Geusan Ulun (1578 – 1601 M) ketika pada masa pemerintahan Pangeran Santri / Pangeran Kusumahdinata I raja Sumedang Larang ke-8 ayah dari Prabu Geusan Ulun pada tanggal 22 April 1578 atau bulan syawal bertepatan dengan Idul Fitri di Keraton Kutamaya Sumedang Larang Pangeran Santri menerima empat Kandaga Lante yang dipimpin oleh Sanghiang Hawu atau Jaya Perkosa, Batara Dipati Wiradidjaya (Nganganan), Sangiang Kondanghapa, dan Batara Pancar Buana Terong Peot membawa pusaka Pajajaran dan alas parabon untuk di serahkan kepada penguasa Sumedang Larang pada waktu itu dan pada masa itu pula Pangeran Angkawijaya / Pangeran Kusumadinata II dinobatkan sebagai raja Sumedang Larang dengan gelar Prabu Geusan Ulun sebagai nalendra penerus kerajaan Sunda Padjajaran dan Raja Sumedang Larang ke-9. Ketika dinobatkan sebagai raja Prabu Geusan Ulun berusia + 23 tahun menggantikan ayahnya Pangeran Santri yang telah tua dan pada tanggal 11 Suklapaksa bulan Wesaka 1501 Sakakala atau tanggal 8 Mei 1579 M kerajaan Pajajaran “Sirna ing bumi” Ibukota Padjajaran jatuh ke tangan pasukan Kesultanan Surasowan Banten
Yang akhirnya Sumedang mewarisi wilayah bekas wilayah Padjajaran dengan wilayahnya meliputi seluruh Padjajaran sesudah 1527 masa Prabu Prabu Surawisesa dengan batas meliputi; Sungai Cipamali (daerah Brebes sekarang) di sebelah timur, Sungai Cisadane di sebelah barat, Samudra Hindia sebelah Selatan dan Laut Jawa sebelah utara. Daerah yang tidak termasuk wilayah Sumedang Larang yaitu Kesultanan Banten, Jayakarta dan Kesultanan Cirebon. Dilihat dari luas wilayah kekuasaannya, wilayah Sumedang Larang dulu hampir sama dengan wilayah Jawa Barat sekarang tidak termasuk wilayah Banten dan Jakarta kecuali wilayah Cirebon sekarang menjadi bagian Jawa Barat. sehingga Prabu Geusan Ulun mendapat restu dari 44 penguasa daerah Parahiyangan yang terdiri dari 26 Kandaga Lante, Kandaga Lante adalah semacam Kepala yang satu tingkat lebih tinggi dari pada Cutak (Camat) dan 18 Umbul dengan cacah sebanyak + 9000 umpi. Pemberian pusaka Padjajaran pada tanggal 22 April 1578 akhirnya ditetapkan sebagai hari jadinya Kabupaten Sumedang.
Peristiwa penobatan Prabu Geusan Ulun sebagai Cakrawarti atau Nalendra merupakan kebebasan Sumedang untuk mengsejajarkan diri dengan kerajaan Banten dan Cirebon. Arti penting yang terkandung dalam peristiwa itu ialah pernyataan bahwa Sumedang menjadi ahli waris serta penerus yang sah dari kekuasaan Kerajaan Pajajaran di Bumi Parahiyangan. Pusaka Pajajaran dan beberapa atribut kerajaan yang dibawa oleh Senapati Jaya Perkosa dari Pakuan dengan sendirinya dijadikan bukti dan alat legalisasi keberadaan Sumedang, sama halnya dengan pusaka Majapahit menjadi ciri keabsahan Demak dan Mataram.
III. DARI MASA KERAJAAN KE MASA KABUPATEN
Pada tahun 1601 Prabu Geusan Ulun wafat dan digantikan oleh putranya Pangeran Aria Soeriadiwangsa, pada masa Aria Soeriadiwangsa kekuasaan Sumedang Larang di daerah sudah menurun dan Mataram melakukan perluasan wilayah ke segala penjuru tanah air termasuk ke Sumedang. Pada waktu itu Sumedang Larang sudah tidak mempunyai kekuatan untuk melawan yang akhirnya Pangeran Aria Soeriadiwangsa pergi ke Mataram untuk menyatakan Sumedang menjadi bagian wilayah Mataram pada tahun 1620. Wilayah bekas kerajaan Sumedang Larang diganti nama menjadi Priangan yang berasal dari kata “Prayangan” yang berarti daerah yang berasal dari pemberian yang timbul dari hati yang ikhlas dan Pangeran Aria Soeriadiwangsa diangkat menjadi Bupati Sumedang pertama dan diberi gelar Rangga Gempol I (1601 – 1625 M). Sumedang menjadi bagian dari wilayah Mataram karena Pangeran Aria Soeriadiwangsa I mengganggap ; 1. Sumedang sudah lemah dari segi kemiliteran, 2. menghindari serangan dari Mataram karena waktu itu Mataram memperluas wilayah kekuasaannya dari segi kekuatan Mataram lebih kuat daripada Sumedang dan 3. menghindari pula serangan dari Cirebon dan VOC. Sultan Agung kemudian membagi-bagi wilayah Priangan menjadi beberapa Kabupaten yang masing-masing dikepalai seorang Bupati, untuk koordinasikan para bupati diangkat seorang Bupati Wadana. Pangeran Rangga Gempol I adalah Bupati Sumedang yang merangkap sebagai Bupati Wadana Priangan pertama (1601 – 1625 M).
Yang akhirnya wilayah Sumedang Larang pada masa Prabu Geusan Ulun menjadi wilayah Sumedang sekarang. Berakhirlah sudah kerajaan Sunda terakhir Sumedang Larang di Jawa Barat Sumedang memasuki era baru yaitu Kabupaten pada tahun 1620 sampai sekarang. Sejak menjadi Kabupaten, Bupati yang memimpin Sumedang sampai tahun 1949 merupakan keturunan langsung dari Prabu Geusan Ulun (lihat masa pemerintahan) tetapi pada tahun 1773 – 1791 yang menjadi Bupati Sumedang adalah Bupati penyelang / sementara dari Parakan Muncang. Menggantikan putra Bupati Surianagara II yang belum menginjak dewasa Rd. Djamu atau terkenal sebagai Pangeran Kornel.
IV. LETAK IBUKOTA KERAJAAN DAN KABUPATEN ( 678 – 1706 M )
BEKAS IBUKOTA KERAJAAN
No. | NAMA TEMPAT | TAHUN | MASA PEMERINTAHAN | KETERANGAN |
1. | Tembong Agung - Leuwi Hideung Darmaraja | 678 – 893 | - Prabu Guru Aji Putih - Prabu Tajimalela. - Prabu Lembu Agung | - Raja Tembong Agung. - Raja Sumedang Larang 1 - Raja Sumedang Larang 2 |
2. | Ciguling – Pasanggrahan Sumedang Selatan | 893 – 1530 | - Prabu Gajah Agung. - Prabu Pagulingan. - Sunan Guling. - Prabu Tirtakusumah. - Nyi Mas Patuakan | - Raja Sumedang Larang 3 - Raja Sumedang Larang 4 - Raja Sumedang Larang 5 - Raja Sumedang Larang 6 - Raja Sumedang Larang 7 |
3. | Kutamaya - Padasuka | 1530 – 1578 | Ratu Pucuk Umum / Pangeran Santri | - Raja Sumedang Larang 8 |
4. | Dayeuh Luhur - Ganeas | 1578 - 1601 | Prabu Geusan Ulun | - Raja Sumedang Larang 9 |
BEKAS IBUKOTA KABUPATIAN
No. | NAMA TEMPAT | TAHUN | MASA PEMERINTAHAN |
1. | Tegal Kalong – Sumedang Utara | 1601 – 1625 | Rangga Gempol I. |
2. | Canukur Sukatali - Situraja | 1601 - 1625 | Rangga Gede |
3. | Parumasan | 1625 - 1633 | Rangga Gede. |
4. | Tenjo Laut Cidudut - Conggeang | 1633 - 1656 | Rangga Gempol II |
5. | Sulambitan – Sumedang Selatan | 1656 - 1706 | Pangeran Panembahan |
6. | Regol Wetan – Sumedang Selatan | 1706 - sekarang | Dalem Adipati Tanumadja |
MASA PEMERINTAHAN
RAJA DAN BUPATI SUMEDANG
I. MASA KERAJAAN.
1. Prabu Guru Aji Putih (Raja Tembong Agung) 678 - 721
2. Batara Tuntang Buana / Prabu Tajimalela. 721 - 778
3. Jayabrata / Prabu Lembu Agung 778 - 893
4. Atmabrata / Prabu Gajah Agung. 893 - 998
5. Jagabaya / Prabu Pagulingan. 998 - 1114
6. Mertalaya / Sunan Guling. 1114 – 1237
7. Tirtakusuma / Sunan Tuakan. 1237 – 1462
8. Sintawati / Nyi Mas Ratu Patuakan. 1462 – 1530
9. Satyasih / Ratu Inten Dewata Pucuk Umum 1530 – 1578
( kemudian digantikan oleh suaminya Pangeran Kusumadinata I / Pangeran Santri )
10. Pangeran Kusumahdinata II / Prabu Geusan Ulun 1578 – 1601
II. MASA BUPATI PENGARUH MATARAM.
11. Pangeran Suriadiwangsa / Rangga Gempol I 1601 – 1625
12. Pangeran Rangga Gede / Kusumahdinata IV 1625 – 1633
13. Raden Bagus Weruh / Pangeran Rangga Gempol II. 1633 – 1656
14. Pangeran Panembahan / Rangga Gempol III 1656 - 1706
III. MASA PENGARUH KOMPENI VOC.
15. Dalem Adipati Tanumadja. 1706 – 1709
16. Pangeran Karuhun / Rangga Gempol IV 1709 – 1744
17. Dalem Istri Rajaningrat 1744 – 1759
18. Dalem Adipati Kusumadinata VIII / Dalem Anom. 1759 - 1761 19. Dalem Adipati Surianagara II 1761 - 1765 20. Dalem Adipati Surialaga. 1765 – 1773
IV. MASA BUPATI PENYELANG / SEMENTARA
21. Dalem Adipati Tanubaya 1773 – 1775
22. Dalem Adipati Patrakusumah 1775 – 1789
23. Dalem Aria Sacapati. 1789 – 1791
V. MASA PEMERINTAHAN BELANDA.
Merupakan Bupati Keturunan Langsung leluhur Sumedang.
24. Pangeran Kusumadinata IX / Pangeran Kornel. 1791 – 1828
25. Dalem Adipati Kusumayuda / Dalem Ageung. 1828 – 1833
26. Dalem Adipati Kusumadinata X / Dalem Alit. 1833 – 1834
27. Tumenggung Suriadilaga / Dalem Sindangraja 1834 – 1836
28. Pangeran Suria Kusumah Adinata / Pangeran Sugih. 1836 – 1882
29. Pangeran Aria Suriaatmadja / Pangeran Mekkah. 1882 – 1919
30. Dalem Adipati Aria Kusumadilaga / Dalem Bintang. 1919 – 1937
31. Tumenggung Aria Suria Kusumahdinata / Dalem Aria. 1937 – 1946
VI. MASA REPUBLIK
32. Tumenggung Aria Suria Kusumahdinata / Dalem Aria. 1945 – 1946
33. R. Hasan Suria Sacakusumah. 1946 – 1947
34. R. Tumenggung Mohammad Singer. 1947 – 1949
35. R. Hasan Suria Sacakusumah. 1949 – 1950
(Bupati terakhir keturunan langsung leluhur Sumedang)
Awal berdirinya Museum Prabu Geusan Ulun, diawali berdirinya “Yayasan Pangeran Aria Soeria Atmadja (YAPASA)”, yayasan yang mengurus, memelihara dan mengelola barang – barang wakaf Pangeran Aria Soeria Atmadja Bupati Sumedang 1882 – 1919. Untuk melestarikan benda – benda wakaf tersebut YAPASA merencanakan untuk mendirikan Museum. Pada tahun 1973 YAPASA berubah nama menjadi Yayasan Pangeran Sumedang (YPS) dan didirikan sebuah Museum yang bernama Museum Yayasan Pangeran Sumedang yang pada mulanya dibuka hanya untuk di lingkungan para wargi keturunan dan seketurunan Leluhur Pangeran Sumedang.
Pada tanggal 7 – 13 Maret 1974 di Sumedang diadakan Seminar Sejarah Jawa Barat yang dihadiri oleh para ahli-ahli sejarah Jawa Barat. Pada kesempatan yang baik itu Sesepuh YPS dan Sesepuh Wargi Sumedang mengusulkan untuk mengganti nama Museum YPS. Dan salah satu hasil dari Seminar Sejarah Jawa Barat tersebut dapat diputuskan dan ditetapkan untuk memberi nama Museum YPS, diambil dari nama seorang tokoh yang karismatik yaitu Raja pertama dan terakhir Kerajaan Sumedanglarang yang bernama “Prabu Geusan Ulun”. Maka pada tanggal 13 Maret 1974 Museum YPS diberi nama menjadi Museum “Prabu Geusan Ulun” –YPS.
Gedung pertama yang dipakai
Pada tanggal 7 – 13 Maret 1974 di Sumedang diadakan Seminar Sejarah Jawa Barat yang dihadiri oleh para ahli-ahli sejarah Jawa Barat. Pada kesempatan yang baik itu Sesepuh YPS dan Sesepuh Wargi Sumedang mengusulkan untuk memberi