HELARAN PUSAKA LELUHUR SUMEDANG
SUMEDANG, Acara Maulid Nabi Muhammad S.A.W. 1428 H diperingati setiap tahunnya pada tanggal 1 Maulud di Keraton Sumedang Larang komplek Museum Prabu Geusan Ulun Sumedang, diawali Ritual ngumbah Pusaka – pusaka peninggalan leluhur Sumedang seperti Pedang Ki Mastak peninggalan Prabu Tajimalela raja Sumedang Larang pertama tahun 721 - 778 M, Keris Ki Dukun peninggalan Prabu gajah Agung (893 – 998 M), Keris Panunggul Naga peninggalan Prabu Geusan Ulun (1578 – 1601 M), Keris Nagasasra peninggalan Pangeran Panembahan Bupati Sumedang (1656 – 1706 M), Keris Nagasasra II peninggalan Pangeran Kusumahdinata / Kornel Bupati Sumedang (1791 – 1828), Badik Curul Aul peninggalan Senapati Jayaperkosa dan Mahkota Binokasih peninggalan Prabu Geusan Ulun (1578 – 1601 M).
Ritual Ngumbah pusaka yang diselenggarakan oleh Yayasan Pangeran Sumedang memberi kesempatan kepada masyarakat luas untuk menyaksikan pencucian pusaka – pusaka peninggalan leluhur Sumedang secara langsung.
Ritual ngumbah pusaka yang baru ini dilaksanakan pada tanggal 1 Mulud / 9 Maret 2008 diawali dengan penurunan Pusaka – pusaka leluhur Sumedang dari tempatnya kemudian pusaka tersebut di cuci satu persatu diawali dengan Pedang Ki Mastak yang dicuci oleh Ketua Yayasan Pangeran Sumedang R. I. Lukman Soemadisoeria . Ritual ngumbah pusaka pada hari pertama adalah 6 buah pusaka peninggalan dari para raja dan Bupati Sumedang, selain pusaka turut dicuci juga Kareta Naga Paksi. dan Gamelan seperti Gamelan Parakan Salak dan Sari Oneng, setelah dicuci gamelan ini tidak boleh ditabuh hingga tanggal 11 Rabiul awal.
Puncak acara Maulid Muhammad S.A.W. adalah Kirab Helaran Pusaka Leluhur Sumedang yang dilaksanakan pada tanggal 25 Maret 2008. Acara kirab dikuti oleh wargi keturunan Leluhur Sumedang, yang menjadi perhatian masyarakat adalah ikut sertanya 9 Pusaka Leluhur Sumedang dan Kareta Naga Paksi yang ditarik oleh manusia selain itu rombongan berkuda keturunan raja – raja Sumedang Larang . Acara kirab dimulai dari Gedung Pusaka Museum Prabu Geusan Ulun kemudian menuju ke Gedung Negara (Kompleks Pemkab Sumedang) lalu memasuki Jalan Prabu Geusan Ulun hingga pertigaan Jalan Prabu Geusan Ulun dan Jalan Kutamaya.
Ketua Yayasan Pangeran Sumedang (YPS) Rd.I. Lukman Soemadisoeria menerangkan “Kirab pusaka ini merupakan kegiatan tahunan yang di selenggarakan oleh Kraton Sumedang Larang yakni Yayasan Pangeran Sumedang dan Rukun Wargi Sumedang, pada Helaran tahun lalu memberikan informasi kepada warga Sumedang bahwa peninggalan Kerajaan Sumedang Larang memang kaya dan menjadi bagian dari budaya Sumedang yang harus dilestarikan” ujarnya.
Kerajaan Sumedang Larang merupakan bagian dari kerajaan – kerajaan Sunda, setelah runtuhnya Kerajaan Padjajaran pada tahun 1579 M, Sumedang Larang menjadi penerus Kerajaan Padjajaran dengan di serahkannya Pusaka Padjajaran berupa Mahkota Binokasih oleh empat Senopati Padjajaran kepada Prabu Geusan Ulun raja Sumedang Larang. (Abdul Latief).
Cikal Bakal Kabupaten Sumedang
Sumedang, Pada tanggal 22 April Kabupaten Sumedang telah berusia 340 tahun . Kata Sumedang berasal dari “inSUn MEdal insun maDANGan”, Insun artinya saya Medal artinya lahir ,Madangan artinya memberi penerangan jadi kata Sumedang bisa berarti “Saya lahir untuk memberi penerangan”. Kalimat “Insun Medal Insun Madangan” terucap ketika Prabu Tajimalela raja Sumedang Larang I melihat ketika langit menjadi terang-benderang oleh cahaya yang melengkung mirip selendang (malela) selama tiga hari tiga malam. Kata Sumedang dapat juga diambil juga dari kata Su yang berarti baik atau indah dan Medang adalah nama sejenis pohon, Litsia Chinensis sekarang dikenal sebagai pohon Huru, dulu pohon medang banyak tumbuh subur di dataran tinggi sampai ketinggi 700 m dari permukaan laut seperti halnya Sumedang merupakan dataran tinggi.
Asal mula Sumedang berasal dari Kerajaan Tembong Agung yang didirikan oleh Prabu Guru Aji Putih ( 678 - 721 M ) putra Aria Bima Raksa / Ki Balagantrang Senapati Galuh cucu dari Wretikandayun pendiri Kerajaan Galuh. Kerajaan Tembong Agung berada di Citembong Girang Kecamatan Ganeas Sumedang kemudian pindah ke kampung Muhara Desa Leuwi Hideung Kecamatan Darmaraja. Pada masa Prabu Tajimalela ( 721 - 778 M ) putra dari Guru Aji Putih di bekas Kerajaan Tembong Agung didirikan Kerajaan Sumedang Larang. Sumedang Larang berarti tanah luas yang jarang bandingnya” (Su= bagus, Medang = luas dan Larang = jarang bandingannya).
Masa kejayaan Sumedang Larang pada masa pemerintahan Prabu Geusan Ulun (1578 – 1601 M) ketika pada masa pemerintahan Pangeran Santri / Pangeran Kusumahdinata I raja Sumedang Larang ke-8 ,pada tanggal 22 April 1578 atau bulan syawal bertepatan dengan Idul Fitri di Keraton Kutamaya Sumedang Larang Pangeran Santri menerima empat Kandaga Lante Padjajaran yang dipimpin oleh Sanghiang Hawu atau Jaya Perkosa, Batara Dipati Wiradidjaya (Nganganan), Sangiang Kondanghapa, dan Batara Pancar Buana Terong Peot membawa pusaka Pajajaran dan alas parabon untuk di serahkan kepada penguasa Sumedang Larang pada waktu itu dan pada masa itu pula Pangeran Angkawijaya / Pangeran Kusumadinata II dinobatkan sebagai raja Sumedang Larang dengan gelar Prabu Geusan Ulun sebagai nalendra penerus kerajaan Sunda Padjajaran dan Raja Sumedang Larang ke-9. Ketika dinobatkan sebagai raja Prabu Geusan Ulun berusia + 23 tahun menggantikan ayahnya Pangeran Santri yang telah tua dan pada tanggal 11 Suklapaksa bulan Wesaka 1501 Sakakala atau tanggal 8 Mei 1579 M kerajaan Pajajaran “Sirna ing bumi” Ibukota Padjajaran jatuh ke tangan pasukan Kesultanan Surasowan Banten
Yang akhirnya Sumedang mewarisi wilayah bekas wilayah Padjajaran dengan wilayahnya meliputi seluruh Padjajaran sesudah 1527 masa Prabu Prabu Surawisesa dengan batas meliputi; Sungai Cipamali (daerah Brebes sekarang) di sebelah timur, Sungai Cisadane di sebelah barat, Samudra Hindia sebelah Selatan dan Laut Jawa sebelah utara. Daerah yang tidak termasuk wilayah Sumedang Larang yaitu Kesultanan Banten, Jayakarta dan Kesultanan Cirebon. Dilihat dari luas wilayah kekuasaannya, wilayah Sumedang Larang dulu hampir sama dengan wilayah Jawa Barat sekarang tidak termasuk wilayah Banten dan Jakarta kecuali wilayah Cirebon sekarang menjadi bagian Jawa Barat. sehingga Prabu Geusan Ulun mendapat restu dari 44 penguasa daerah Parahiyangan yang terdiri dari 26 Kandaga Lante, Kandaga Lante adalah semacam Kepala yang satu tingkat lebih tinggi dari pada Cutak (Camat) dan 18 Umbul dengan cacah sebanyak + 9000 umpi. Pemberian pusaka Padjajaran pada tanggal 22 April 1578 akhirnya ditetapkan sebagai hari jadinya Kabupaten Sumedang.
Peristiwa penobatan Prabu Geusan Ulun sebagai Cakrawarti atau Nalendra merupakan kebebasan Sumedang untuk mengsejajarkan diri dengan kerajaan Banten dan Cirebon. Arti penting yang terkandung dalam peristiwa itu ialah pernyataan bahwa Sumedang menjadi ahli waris serta penerus yang sah dari kekuasaan Kerajaan Pajajaran di Bumi Parahiyangan. Pusaka Pajajaran dan beberapa atribut kerajaan yang dibawa oleh Senapati Jaya Perkosa dari Pakuan dengan sendirinya dijadikan bukti dan alat legalisasi keberadaan Sumedang, sama halnya dengan pusaka Majapahit menjadi ciri keabsahan Demak dan Mataram. (Abdul Latief)
Keterangan Gambar :
- Gb. 1 : Kirab Helaran Pusaka Nampak Duplikat Mahkota Binokasih dikirab.
- Gb. 2 : 9 Pusaka Leluhur Sumedang, Dari kiri ke kanan :
- Keris Nagasasra peninggalan Pangeran Kusumahdinata IX / Kornel.
- Keris Nagasasra peninggalan Pangeran Panembahan.
- Keris Panunggul Naga peninggalan Prabu Geusan Ulun.
- Pedang Ki Mastak peninggalan Prabu Tajimalela.
- Keris Ki Dukun peninggalan Prabu Gajah Agung.
- 2 Badik Curul Aul peninggalan Mbah Jayaperkosa
- Bawah : Mahkota Binokasih dan Siger
-
- Gb. 1 : Kareta Naga Paksi ditarik ku manusia.
- Gb. 2 : Ketua Yayasan Pangeran Sumedang R. I. Lukman Soemadisoeria
- Gb. 3 : Pusaka Padjajaran “ Mahkota Binokasih Sanghiyang Pake” yang asli di Gd. Pusaka
Museum Prabu Geusan Ulun.
- Gb. 4: Peserta kirab .
Gb.5 : Rombongan Berkuda Pangagung Sumedang Larang
2 komentar:
alus,sejarahna sumedang teh keudah janten pangeling ku mojang majeng ayeuna
Pangeran dipenegoro...ripuh teu bisa asup ka sumedang...balik ka jawa...
Posting Komentar